Showing posts with label Video. Show all posts

Sering kali kita tidak bisa memahami makna pemberian dan karunia dari Tuhan Sang Pencipta Alam, kita akan berprasangka buruk pada-Nya, kenapa ada yang terlahir ke dunia tidak sempurna selayaknya manusia lain, apakah Tuhan tidak adil. Mungkin kisah Nick Vijicic bisa kita jadikan sebagai jawaban, Meskipun ia terlahir tanpa tangan dan kaki namun ia berhasil menjadi inspirator bagi banyak orang di dunia.

Nick Vujicic lahir di sebuah rumah sakit di Kota Melbourne pada tanggal 4 Desember 1982. Orangtuanya sangat terkejut ketika melihat keadaan putra mereka yang lahir tanpa dua lengan dan dua kaki. Menurut dokter yang menanganginya, Nick terkena penyakit Tetra-amelia yang sangat langka. Kondisi ini kontan membuat ayah Nick (seorang pemuka agama dan programmer komputer) dan ibu Nick (seorang perawat) bertanya-tanya dalam hati, kesalahan besar apa yang telah mereka perbuat hingga putranya terlahir tanpa anggota-anggota tubuh.

Tak jarang, mereka menyalahkan diri sendiri atas keadaan Nick. Namun, hal ini tidak berlangsung lama. Ayah dan ibu Nick melihat putranya, biarpun cacat tubuh, tetap tumbuh kuat, sehat, dan ceria - sama seperti anak-anak lainnya. Dan, Nick kecil terlihat begitu tampan serta menggemaskan! Matanya pun sangat indah dan menawan.

Mereka mulai bisa menerima keadaan putranya, mensyukuri keberadaannya, dan segera mengajarinya untuk hidup mandiri. Sejak Nick berusia 18 bulan, sang ayah dengan tekun dan sabar, membimbing untuk berdiri, menyeimbangkan tubuh, dan berenang. Nick belajar menggunakan jari-jari kakinya untuk menulis, mengambil barang, dan mengetik. Kini, Nick menyebut telapak kakinya yang berharga itu sebagai "my chicken drumstick."


Nick Vujicic kecil


Ibu Nick memasukkan putranya ke sekolah biasa agar bisa hidup lebih mandiri dan kuat secara mental. Nick menyadari bahwa keadaannya sangat berbeda dengan anak-anak lainnya. Ia mengalami berbagai penolakan, ejekan, dan gertakan dari teman-teman sekolahnya. Hal ini membuatnya merasa begitu sedih dan putus asa. Pada usia 8 tahun, Nick sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Namun, iman dan dukungan orangtuanya, serta hiburan dari para sahabatnya, mampu membuat Nick menjadi lebih bijaksana dan berani dalam menjalani kehidupan.

Suatu saat ketika Nick dan ibunya membaca surat kabar menemukan sebuah artikel yang sangat menggugah jiwanya. Artikel itu, berkisah tentang seorang pria cacat tubuh yang mampu melakukan hal-hal hebat, termasuk menolong banyak orang.
Nick-Vujicic
Dengan kakinya, ia belajar untuk menulis, memainkan drum mesin, berkomunikasi dalam bahasa isyarat dan jenis pada kecepatan 43 kata per menit. Sementara itu, membuka kaleng minuman soda menggunakan giginya. (image: Facebook / Nick Vujicic)


Untuk meraih mimpinya, Nick belajar dengan giat. Otak yang encer, membantunya untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi bidang Akuntansi dan Perencanaan Keuangan pada usia 21 tahun.
 
nick vujicic biografi
Ada seseorang yang sangat berjasa terhadap Nick dalam menjadi pembicara, dia adalah petugas kebersihan sekolah tingkat atas tempat Nick sekolah. Dialah yang pertama kali mendorong Nick untuk berbagi cerita dengan orang lain, dia percaya bahwa Nick memiliki potensi untuk menjadi seorang pembicara motivasi yang besar. Kemudian Nick, menuruti saran untuk berbicara tentang pengalamannya di acara-acara sekolah-terorganisir dan lokal.


nick vujicic biografi
Segera setelah itu, ia mengembangkan lembaga non-profit ‘Life Without Limbs' (Hidup Tanpa Anggota-Anggota Tubuh), yang didirikannya, pada usia 17 tahun, untuk membantunya berkarya dalam bidang motivasi.

nick vujicic biografi
Kini, Nick Vujicic adalah motivator/pembicara internasional yang gilang-gemilang. Nick telah berbagi kisah inspiratif di lebih dari 54 negara, termasuk sebuah penampilan di depan kerumunan lebih dari 40.000 orang di Stadion Dodger Los Angeles. Dia juga telah menghadiri lima kongres dan bertemu tujuh presiden dari seluruh dunia.
nick vujicic biografi
Nick Vujicic menyampaikan pidato dihadapan 50.000 orang di Exhibition Hall World Trade Center Nangang Taipei , pada tanggal 14 Desember 2013. Dalam acara itu Vujicic ke Taiwan dibiayai oleh bisnis swasta lokal dan Asosiasi Red Heart untuk memberikan dua pidato untuk total 100.000 orang. AFP PHOTO / Mandy CHENG

Dalam 32 tahun Nick telah menerbitkan beberapa buku, memiliki acara radio sendiri dan bahkan telah menghasilkan sebuah video musik. Hasil karyanya yang terkenal adalah DVD motivasi "Life's Greater Purpose", "No Arms, No Legs, No Worries", dan "The Butterfly Circus" film pendek yang meraih Bintang Penghargaan 2009.

nick vujicic biografi

Pada saat itulah, saya menyadari bahwa Tuhan memang menciptakan kita untuk berguna bagi orang lain. Saya memutuskan untuk bersyukur, bukannya marah, atas keadaan diri sendiri! Saya juga berharap, suatu saat bisa menjadi seperti pria luar biasa itu-yakni bisa menolong dan menginspirasi banyak orang!" demikian ujar Nick, dalam sebuah wawancara.
nick vujicic biografi

Suatu ketika ketika sedang menjadi pembicara dia mengatakan, "Saya mungkin tidak memiliki tangan untuk memegang tangan istri saya tapi, ketika saatnya tiba, aku akan bisa menahan hatinya. Saya tidak perlu tangan untuk memegang hatinya. "

nick vujicic biografi
Nick menikah dengan seorang wanita keturunan Jepang bernama Kanae Miyahara pada tanggal 12 Februari 2012. Kanae Miyahara bertemu dengan Nick Vujicic ketika Nick berada di Texas pada tahun 2008 ketika mengisi sebuah acara dimana ia sebagai pembicara. Dari pernikahannya tersebut, ia kemudian dikaruniai dua orang anak laki-laki yang diberi nama Kiyoshi James Vujicic, lahir pada tahun 2013, dan yang kedua, Dejan Levi, lahir pada bulan Agustus 2015.

nick vujicic biografi


Nick mengaku lebih lega ketika kedua anaknya lahir dengan semua anggota tubuh yang sempurna, dan menganggap sindrom tetra-amelia bukanlah suatu genetik.



Mie instan adalah makanan sangat diminati. Meskipun orang tahu ini bukan makanan sehat, tapi tak sedikit yang terus melahapnya.

Belum lama ini seorang dokter Mercola dari Amerika telah melakukan penelitian, apa yang terjadi dalam perut manusia saat mengkonsumsi mie instan.

Dengan menggunakan kamera mini sebesal pil, terekam bagaimana usus manusia harus bekerja ekstra keras ketika mie instan masuk ke dalamnya.

Meskipun telah bekerja selama dua jam, ternyata kondisi mie instan yang masuk kondisinya masih sama, tak bisa hancur. Hal ini diakibatkan karena dalam mie instan sama sekali tidak mengandung serat.

Mie instan memberikan beban yang sangat berat pada sistem pencernaah harus bekerja berjam-jam untuk memecahnya.


Baca juga Jangan Makan Mie Instan Pakai Nasi, Berbahaya!

Ketika mie instan berada berjam-jam dalam sistem pencernaah, maka akan berdampak langsung terhadap penyerapan nutrisi.

Namun, tak banyak nutrisi ternyata yang terkandung di dalam  mie instan. Justru sebaliknya, ada zat adiktif atau pengawet beracun TBHQ yang akhirnya terserap oleh tubuh.


Baca juga: Bahayanya Ibu Hamil Konsumsi Mie Instan
 
Hasil penelitian, perempuan yang makan mie instan atau makanan cepat saji lainnya dua kali dalam seminggu beresiko 68 persen lebih memiliki sindrom metabolik, yakni sekelompok gejala seperti obesitas sentral, tekanan darah tinggi, peningkatan gula darah, dan rendahnya tingkat kolesterol baik.

Keseringan makan mie instan memang tak akan langsung membunuh kita, tetapi ini cuma soal waktu hingga gangguan kesehatan benar-benar menghampiri.

Sumber Tribun



Chen Shu-Chu,  Si Tukang Sayur Dermawan
Teras Berita - Chen Shu-Chu, Wanita istimewa Si tukang sayur dermawan ini memilih hidup tanpa kemewahan demi membantu mereka yang kurang beruntung.

Setelah pagi yang hiruk-pikuk, suasana Central Market di Taitung County terasa senyap ketika kios-kios tutup untuk hari itu dan para pemilik pulang ke rumah yang nyaman. Namun satu lampu tetap menyala di sebuah kios sayuran.

Dengan kepala tertunduk, Chen Shu-Chu memilah-milah sayuran sambil menunggu pelanggan siang hari yang sesekali datang. Kerja keras selama beberapa puluh tahun membuat jari-jari tangan kanannya melengkung dan sendi-sendinya bengkak; bentuk kakinya juga sedikit berubah.

Chen menjalani hidup dengan rutinitas harian – bangun pukul tiga pagi, berangkat ke pedagang sayur kulakan, menyiapkan kiosnya dan berjualan sayur di sana sampai pukul tujuh atau delapan malam. Sebagai yang pertama tiba dan yang terakhir pergi, pemilik kios lain dengan penuh sayang menjuluki dia ‘pimpinan pasar’ atau ‘manajer pasar.’

Di dalam pasar yang gelap dan lembap, Chen, hampir 60 tahun, mengurus kios yang diwariskan sang ayah. Bagi Chen, “Yuan-Jin Vegetables” adalah segalanya. Dengan sayuran yang dia jual 'seikat NT$30 (sekitar Rp. 9.000), tiga ikat NT$50 (Rp. 15.000),' keuntungan Chen tidak besar. Namun hidup hemat memungkinkan dia menyumbang uang sebesar NT$10.000.000 (nyaris tiga miliar rupiah) untuk berbagai program amal, termasuk menyokong sekolah, panti asuhan dan anak-anak miskin.

Kemurahan hati yang tidak mementingkan diri sendiri dari wanita berpenghasilan kecil itu telah menempatkan dia di bawah sorotan internasional.

Pada Maret 2010, majalah Forbes menyebut dia sebagai salah satu dari 48 dermawan luar biasa dari wilayah Asia Pasifik. Sebulan kemudian, majalah Time memilih 100 orang paling berpengaruh di 2010, dan Chen masuk dalam kategori “Pahlawan Kedermawanan.” Ang Lee, sutradara pemenang Oscar yang juga sesama warga Taiwan, membuat tulisan perkenalan secara pribadi. “Uang hanya berharga jika diberikan kepada mereka yang membutuhkan,” dia mengutip Chen. Sang sutradara juga menulis, “Luar biasa, tetapi dari semua yang dia berikan, talenta terbesarnya adalah memberi teladan.”

Meski menerima penghargaan dari Time di New York, memperoleh pengakuan global dan bertemu Presiden Ma Ying-jeou, yang sesungguhnya dipedulikan Chen adalah kios sayurannya. Jika bukan karena Presiden Ma dan menteri luar negeri yang secara pribadi membujuk dia untuk pergi, dia tidak akan pernah setuju untuk mengunjungi New York karena merasa, “Ini bukan kompetisi dan saya tidak mau memenangkan apa-apa.” Di tengah kesibukan membuat paspor dan mempersiapkan keberangkatan, kekhawatiran utama Chen adalah para langganannya tidak akan bisa mendapat sayuran mereka.

Chen menjadi selebriti di Taitung County. Pemerintah daerah menghiasi kiosnya dengan poster dan spanduk ucapan selamat yang menyanjung dia sebagai “Kebanggaan Taitung” dan “Teladan Kedermawanan.” Bahkan ada ‘penggemar’ yang muncul di kiosnya dengan membawa keranjang sayur dan kamera, berharap untuk memotret Chen.

Meski mendapat banyak perhatian, Chen tetap rendah hati. “Saya tidak melakukan apa-apa yang luar biasa, dan semua orang yang mau, bisa melakukannya. Ada banyak orang yang suka beramal – kita tidak tahu saja tentang mereka,” katanya.

Chen, yang tidak menikah, menambahkan, “Saya tidak menempatkan kepentingan besar pada uang. Ketika saya menyumbang untuk membantu orang lain, saya merasa damai dan bahagia, dan saya bisa tidur nyenyak di malam hari.” Dia juga bersimpati kepada kaum miskin karena dia sendiri hidup sulit di masa muda.

Lahir pada 1950, Chen kehilangan ibunya setelah menyelesaikan sekolah dasar. Ibunya dilarikan ke rumah sakit karena kesulitan melahirkan dan keluarganya harus membayar asuransi sebesar NT$5.000 (1,5 juta rupiah) sebelum perhatian medis dapat diberikan. Chen menyaksikan ayahnya meminta uang kepada tetangga-tetangga mereka, tetapi ibunya terlambat diselamatkan. Sebagai putri sulung di keluarga, Chen harus tumbuh dewasa dalam semalam. Dia meninggalkan pendidikannya dan mengabdikan hidupnya untuk membantu berjualan sayuran.

Ketika berusia 18, adik lelakinya jatuh sakit yang terus berlarut-larut sampai lebih dari setahun, perlahan menguras tabungan keluarga. Para dokter menyarankan keluarganya mengirim sang adik ke Taiwan National University Hospital, tetapi bagaimana mereka bisa membayar biayanya? Huang Shun-zhong, guru di Ren-ai Primary School, membuka donasi untuk keluarga Chen. Sayang, adiknya tidak dapat diselamatkan.

Setelah mengalami kebaikan hati berupa donasi bagi keluarganya, Chen memutuskan untuk membantu kaum miskin begitu dia sanggup. Ketika ayahnya meninggal dunia 17 tahun lalu, Chen, penganut Buddha yang taat, mendermakan uang sebesar NT$1.000.000 (nyaris Rp. 300 juta rupiah) ke Fo Guang Shan Monastery.

Chen Shu-Chu,  Si Tukang Sayur Dermawan
Pada 2000, dia menyumbangkan jumlah yang sama besarnya kepada almamaternya, Ren-ai Primary School, untuk mendirikan “Emergency Relief Fund” yang membantu anak-anak miskin memperoleh bantuan finansial.

Pendamping dari pembangunan dan pemeliharaan badan amal tersebut adalah Li Guo-rong, yang mengajar keponakan lelaki Chen. Pada 2001, Li punya rencana untuk membangun perpustakaan di sekolah tersebut dan memperkirakan biayanya antara NT$4.000.000 sampai NT$5.000.000 (sekitar satu miliar rupiah). Ketika ia mendekati Chen, dengan harapan wanita itu akan menyumbang NT$50.000 (Rp. 15 juta rupiah), Li terkejut saat Chen berkata, dia akan mendanai seluruh proyek.

Sementara pihak sekolah merasa skeptis, Chen merasa yakin. Pada Mei 2005, perpustakaan dua lantai tersebut selesai dibangun dan dinamai “Perpustakaan Chen Shu-Chu” untuk menghormati alumnus sekaligus “Pahlawan dari Pasar Sayur.” Dia telah mendonasikan NT$4.500.000 (1,3 miliar rupiah).

Kemampuan Chen untuk mendermakan uang dalam jumlah besar membuat banyak orang bertanya-tanya, “Kok, bisa seorang tukang sayuran menghasilkan uang sebanyak itu?”

“Pakai yang Anda butuhkan saja, dan Anda akan bisa menyisihkan begitu banyak uang!” ujar Chen. Sejak 1996, dia telah mendonasikan NT$36.000 (Rp10.750.000) untuk membantu tiga anak di organisasi Kidsalive International. Untuk mewujudkan itu, Chen menjelaskan bahwa dia memindahkan seluruh uang koinnya ke tiga kotak kardus kecil di rumah setiap malam. “Ini tindakan sederhana yang bisa dilakukan semua orang, kan?” tanya Chen.

Chen menjalani hidup yang amat sederhana, tanpa sedikit pun kemewahan. Dia tidak berminat kepada materi maupun bentuk kenikmatan apa pun. Bekerja, katanya, adalah kenikmatannya. “Saya cinta pekerjaan saya. Jika tidak, mana mungkin saya sanggup bekerja 16 jam sehari?” tuturnya.

Yang dibutuhkan Chen hanyalah makanan dan tempat untuk tidur. Semua hal lain di luar itu adalah kemewahan. Dia tidak membeli baju-baju mahal karena, “Saya tidak banyak bersosialisasi, maka tidak ada kebutuhan akan pakaian indah. Baju dari kios pinggir jalan sudah cukup baik untuk saya, dan bahkan di situ, saya suka menawar.”

Makanannya sehari-hari hanya butuh sedikit uang, yaitu untuk semangkuk nasi vegetarian dan semangkuk mi seharga NT$55 (Rp16.000). Bekukan apa pun yang tidak habis, keluarkan lagi uang sebesar NT$20 (Rp5.900) untuk sekaleng gluten dan tambahkan ke nasi dengan sedikit air panas. “Jadilah bubur yang rasanya amat enak,” kata Chen.

Dia juga tidur di atas lantai, kebiasaan dari masa muda ketika mulai bekerja di kios sayur. Kenyamanan ranjang yang hangat membuatnya sulit bangun pagi untuk berangkat ke pedagang kulakan, terutama selama bulan-bulan musim dingin. Karena itu, Chen memutuskan untuk tidur di lantai yang dingin, tempat dia tak akan berisiko terlambat.

Jadi, apakah bisnisnya meningkat setelah memenangkan penghargaan? “Berjalan seperti biasa,” ujar Chen. “Saya masih perlu menjual sayur-mayur saya, tidak banyak yang berubah.” Para pembuat iklan mendekati dia untuk membuat iklan, manajer-manajer keuangan menawarkan untuk mengelola keuangannya dan sejumlah pihak berniat baik menawarkan sumbangan uang untuk dia. Chen menolak semua tawaran itu dengan sopan. “Mengembalikan pinjaman uang itu mudah, tetapi mengembalikan kebaikan itu sulit,” kata Chen.

“Saya harus amat berhati-hati dalam menangani persoalan uang,” tambah Chen. Bahkan ketika pelanggan memberi tip, dia tidak mau menerima. “Membeli dari kios saya sudah merupakan bentuk dukungan,” dia menjelaskan.

Satu-satunya iklan yang pernah Chen terima adalah untuk Bureau of National Health Insurance dalam kenangan atas bundanya tercinta. Chen meminta seluruh pengambilan gambar dilakukan di dekat kiosnya sehingga tidak mengganggu bisnisnya. Pembayaran yang mau dia terima dari biro tersebut hanya sehelai kaos warna hitam.

Sejak pulang dari New York, Chen bekerja semakin keras. Dia punya tujuan baru: mengumpulkan NT$10.000.000 (Rp2,9 miliar) untuk mendirikan “Chen Shu-Chu Bursary” atau “Beasiswa Chen Shu-Chu” yang ditujukan untuk membantu anak-anak miskin membayar biaya sekolah dan tagihan medis, hal-hal yang tidak sanggup dia dapatkan ketika masih kecil.

“Yang saya butuhkan hanyalah menjual sayur sedikit lebih banyak dan menyisihkan uang sedikit lebih banyak, selain membayar sejumlah polis asuransi yang mendekati akhir periode. Banyak orang juga bersedia menyumbang. Saya yakin, tak akan ada masalah,” kata Chen dengan yakin.

Li, yang menganggap Chen sebagai kakak, berkata bahwa mendirikan badan beasiswa sesungguhnya merupakan cara yang bagus untuk membiarkan Chen pensiun dari menjual sayuran dan mulai menggunakan reputasinya untuk memengaruhi masyarakat. Harapannya, akan muncul lebih banyak “Chen Shu-Chu” yang dermawan.

“Filosofi hidup saya sederhana: Jika melakukan sesuatu membuat Anda cemas, maka itu pasti hal yang salah. Jika itu membuat Anda bahagia, maka Anda pasti telah melakukan hal yang benar. Apa yang dikatakan orang lain tidak penting,” kata Chen. Dia puas dengan apa yang dia miliki, dan merasa selama dia menjalani hidup yang dia harapkan, melakukan hal-hal yang dia inginkan, itu sudah cukup baik.

(Gao Ruo Wu; Foto Marc Gerritsen)

Sumber



Dariusz Wlodarski
Teras Berita - Banyak sekali cerita unik di balik antrean calon pembeli iPhone 6 di berbagai penjuru dunia. Salah satunya seperti yang terjadi di Inggris ini.

Dariusz Wlodarski, seorang pria asal Polandia diketahui sebagai orang pertama yang berhasil mendapatkan iPhone 6 di Apple Store kota Bristol, Inggris. Ia rela mengantre selama 44 jam demi mendapatkan smartphone anyar besutan Apple tersebut.

Namun perjuangan Wlodarski bukan semata karena kecintaannya tehadap produk-produk Apple, melainkan karena cintanya terhadap sang mantan istri.

Dilansir laman Cnet, Selasa (23/9/2014), Wlodarski mengaku bahwa ia berjuang membeli iPhone untuk membujuk sang mantan istri yang baru saja berpisah dengannya belum lama ini untuk kembali. Ia curhat (curahan hati), bahwa belakangan ia memang kurang memperdulikan keluarga dan kini ia merasa sangat kehilangan.

"Saya bukan suami dan ayah yang baik. Saya dahulu tidak tahu betapa pentingnya keluarga,” ungkapnya. Namun begitu, ia berharap iPhone 6 dapat menjadi pemersatu kembali keluarganya.

"Dahulu ketika saya pertama kali membelikannya iPhone, ia sangat senang. Sebelum berpisah istri saya juga mengatakan bahwa ia menyukai iPhone 6 karena layarnya lebar. Tapi kami sadar belum memiliki cukup uang untuk membelinya," jelas Wlodarski.

Dan kini ia telah berhasil mendapatkan iPhone 6. Ia berharap hadiah iPhone 6 ini dapat meluluhkan hati sang istri dan kehidupan keluarganya dapat kembali normal.





Sumber | Liputan 6

Kisah Mengharukan di Balik Foto Anak Menggendong Ibunya
Teras Berita - Beberapa waktu yang lalu, sebuah foto yang menyentuh hati tersebar di internet. Foto itu menggambarkan seorang pria yang menggendong wanita lanjut usia dengan kain gendongan, seperti seorang ibu yang menggendong anaknya. Foto itu begitu mencuri perhatian dan banyak orang yang bertanya, siapa dia? Siapa yang digendongnya? Apa yang sedang mereka lakukan?

Foto tersebut rupanya adalah foto seorang pria yang sudah berusia 62 tahun dan bernama Ding Zhu Ji. Ia sedang berada di salah satu rumah sakit di China untuk mengantarkan ibunya. Sang ibu yang sudah berusia sangat tua, ringkih dan mengalami patah tulang, akhirnya digendong oleh Ding Zhu Ji ke rumah sakit. Ia melakukannya karena berpikir bahwa menggendong ibunya ke rumah sakit akan lebih cepat sampai dan dirinya tidak akan merasa terlalu lelah walau menggendong ke sana.

Pria ini sama sekali tak menduga bahwa apa yang ia lakukan akan mencuri perhatian banyak orang. Pemandangan yang begitu menyentuh ini kemudian diabadikan oleh seseorang dalam bentuk foto yang kini beredar luas di internet. Selain itu, CCTV rumah sakit juga sempat merekam momen di mana pria ini menggendong ibunya yang nampak seperti bayi.


Sang ibu saat ini sudah berusia 85 tahun, namun Ding Zhu Ji mengisahkan bahwa ia sangat berhutang budi pada ibunya. Saat masih mengandung Ding Zhu Ji usia 6 bulan, keduanya nyaris dilempar ke laut karena sang ibu tidak sengaja menghilangkan kartu identitas naik perahu bersama prajurit Taiwan. Banyak orang yang memohon agar ibu Ding Zhu Ji yang sedang mengandung itu tidak dilempar ke laut, hingga detik-detik menegangkan itu berubah melegakan karena ada orang yang menemukan kartu identitas mereka.

Ding Zhu Ji yang mendengar kisah itu dari ibunya menjadi semakin sayang pada wanita yang telah melahirkan dan membesarkannya tersebut. Meski merupakan anak sulung, dirinyalah yang paling dekat dengan sang ibu. Bahkan hingga setua ini pun, ia masih merawat sang ibu. Ding Zhu Ji juga merasa bersalah karena tak menjaga ibunya dengan baik sehingga mengalami patah kaki kiri. Ding Zhu Ji pernah sangat ingin membawa ibunya yang sudah menua dan mulai pikun untuk pulang dan menemui saudara di Tiongkok. Sayangnya sebelum itu sempat terjadi, sang ibu sudah kehilangan ingatannya dan hal itu membuatnya sangat menyesal.

Anda pasti pernah sejenak mengingat masa kecil Anda, kemudian membandingkannya dengan masa sekarang di mana Anda sudah dewasa dan bisa memilih serta memutuskan apa yang Anda inginkan. Masa kecil Anda dengan orang tua yang menimang dan menyayangi, sesekali memarahi dan membuat kita menangis atau kesal. Namun semua itu pada dasarnya adalah wujud kasih sayang orang tua yang ingin selalu bisa melindungi anaknya.

Lantas, sudah berbuat apakah kita pada orang tua? Bayangkan bila kita tua nanti. Kita bukan lagi sosok yang kuat dan bergairah seperti sekarang. Kita sudah menjadi sosok yang rapuh dan perlahan tapi pasti, usia akan memundurkan semua kemampuan kita. Kita akan kembali seperti bayi yang butuh pertolongan anak-anak kita.

Ding Zhu Ji adalah sebuah inspirasi nyata mengenai anak yang berbakti pada ibunya. Bagaimanapun orang tua kita sudah menua dan pikun, dahulunya mereka adalah orang yang selalu menuntun kita berjalan, mengajari kita bicara, tempat berlindung dan mencurahkan air mata, tempat bermanja yang tulus dan menyayangi kita. Berbaktilah pada orang tua. Lakukan apa yang bisa kita lakukan untuk membahagiakan mereka selagi kita masih bersama mereka.

Tunjukkan kehadiran Anda yang tersenyum tulus padanya. Maka tak ada yang lebih membahagiakan kedua orang tua Anda selain anak-anaknya yang masih mengingat dan menyayangi mereka.


Sumber | Vemale.com

Claudio Viera de Oliveira
Monte Santo — Claudio Vieira de Oliveira terlahir dengan leher terlipat ke belakang. Alhasil, pria ini harus menjalani hidupnya dengan posisi kepala yang terbalik.

Namun, kondisi fisik yang bahkan membuat dokter yakin bahwa Claudio tak akan berumur panjang tidak membuat pria itu menyerah. Di tengah keterbatasannya, kini Claudio meraup sukses dalam kehidupannya.

Claudio (37) tak hanya terlahir dengan leher melipat ke arah punggung, kakinya juga tak sempurna. Demikian pula dengan kedua tangannya yang nyaris tak berfungsi.

Saat baru lahir, para dokter menyarankan ibunya agar berhenti memberinya makan karena para dokter yakin bahwa peluang Claudio untuk bertahan hidup sangat tipis.

Namun, kenyataannya, Claudio yang berasal dari Monte Santo, Brasil, itu tak hanya berumur panjang, tetapi bisa mengatasi segala kekurangannya. Bahkan dia menyelesaikan pendidikannya sebagai akuntan dan sukses menjadi seorang pembicara.

"Sejak kecil, saya selalu menyibukkan diri dengan berbagai hal. Saya tak suka bergantung pada orang lain," kata Claudio.

"Saya belajar menyalakan televisi, menjawab telepon, menyalakan radio, serta menggunakan internet dan komputer. Semua saya lakukan sendiri," tambah dia.

Bagaimana Claudio mengerjakan semua itu? Dia mengetik dengan menggunakan telepon yang digigit, mengoperasikan telepon dan mouse komputer menggunakan bibirnya, serta menggunakan sepatu khusus yang membuatnya bisa berjalan-jalan keliling kota.

Soal masa kecil Claudio, sang ibu Maria Jose memiliki banyak kenangan, termasuk prediksi dokter yang yakin bahwa putranya itu tak berumur panjang.

"Semua orang mengatakan bayi itu (Claudio) akan meninggal karena saat lahir dia kesulitan bernapas. Beberapa orang bahkan mengatakan Claudio tak usah diberi makan karena dia sudah sekarat," ujar Maria Jose.

Namun, Maria Jose tak mendengarkan ucapan orang-orang itu. Keteguhan Maria terbayar ketika kini Claudio menjalani hidup penuh kesuksesan.

"Kini yang saya rasakan adalah kebahagiaan. Claudio sama dengan orang lain, itulah cara saya membesarkannya di rumah ini," kata Maria.

"Kami tak pernah berusaha mengubah tubuhnya dan selalu menginginkan dia melakukan banyak hal normal seperti orang lain," lanjut dia.

Hidup sukses



Claudio Viera de Oliveira sebagai pembicara
Mirror Claudio Vieira de Oliveira saat menjadi pembicara di hadapan para mahasiswa Universitas Feira de Santana, Bahia, Brasil.
Dengan cara mendidik seperti itu, kata Maria, Claudio tumbuh dengan rasa percaya diri dan tak pernah malu dengan dirinya sendiri. "Saat berusia delapan tahun, Claudio yang awalnya selalu digendong ke mana-mana mulai berjalan dengan lututnya," kenang Maria.

Akibatnya, keluarga harus mengganti lantai rumah sehingga Claudio bisa berjalan di dalam rumah tanpa harus mencederai dirinya sendiri.

Semua tempat di rumah itu dibuat untuk menyesuaikan dengan kondisi fisik Claudio. Tempat tidurnya, semua stop kontak, dan lampu dibuat lebih rendah sehingga dia bisa melakukan semuanya tanpa bantuan orang lain.

Dengan bentuk tubuhnya yang tak lazim ini, bahkan Claudio tak bisa menggunakan kursi roda. Namun, dia memohon kepada ibunya agar diizinkan bersekolah dan belajar dengan anak-anak lainnya.

Belakangan, para dokter mendiagnosis kondisi Claudio sebagai congenital arthrogryposis, suatu kondisi tubuh yang sangat langka. "Sepanjang hidup, saya mampu beradaptasi dengan kondisi tubuh saya. Saat ini saya tak memandang diri sebagai orang biasa. Saya manusia normal," ujar Claudio.

"Saya tak melihat dunia secara terbalik. Inilah yang selalu saya sampaikan saat saya berbicara di hadapan publik," tambah dia.

"Kini semakin mudah menghadapi publik. Saya sudah tak memiliki ketakutan dan saya bisa katakan, saya profesional, pembicara publik internasional, dan saya mendapat undangan untuk berbicara dari seluruh dunia," tambah Claudio bangga.



Sumber | Kompas.com

Kisah ini datang dari negeri Thailand. Dari tiga puluh tahun lampau. Demi menyembuhkan Ibunya, seorang lelaki kecil mencuri obat-obatan di sebuah toko.

Aksinya ketahuan. Si pemilik toko, seorang Ibu yang galak, dengan penuh amarah mengiring lelaki kecil itu ke jalanan.Di kerumunan orang ramai yang menonton, Ibu ini berkali-kali menghardik, “Apa yang kau curi?” Tak sabar menunggu jabawan, si Ibu merogoh saku lelaki kecil itu. Mengeluarkan botol obat. Lalu dia mendorong-dorong kepala bocah itu. Lelaki kecil itu cuma bisa tertunduk. Malu. Tentu saja ketakutan.Mendengar keriuhan itu, seorang pemilik rumah makan keluar. Dia terenyuh melihat lelaki kecil itu. Mencuri obat demi kesembuhan Ibunya. Pemilik warung makan bertubuh kurus jangkung ini, lalu membeli obat yang dicuri itu. Uang diserahkan kepada Ibu yang terus mengomel itu.

film tiga menitSetelah menyerahkan uang kepada pemilik apotek itu, dia kemudian memerintahkan anak gadisnya yang masih kecil membungkus semangkuk sup. Obat-obatan dan sekantung sup itu kemudian diserahkan kepada bocah kecil itu.Si pencuri kecil itu menatap lelaki jangkung itu dalam-dalam. Berterima kasih dengan tatapan mata, sembari merasa heran. Cuma sejenak, lalu dia berlari pulang.

Tiga puluh tahun kemudian. Lelaki jangkung itu tiba-tiba jatuh tersungkur, sesaat setelah memberi makanan kepada pengemis yang datang ke warung makannya. Anak wanitanya terpekik histeris. Sembari terus menangis mengantar sang ayah ke rumah sakit. Si ayah kurus itu berbaring lemah dengan sejumlah alat tersambung ke tubuh.

Kesulitan sepertinya datang susul menyusul. Di tengah air matanya yang terus berderai, seorang perawat menyodorkan daftar biaya rumah sakit. Dia terkejut. Jumlahnya banyak. Semua keuntungan dari warung kecil itu tak akan sanggup melunasi. Mengumpulkan segenap keberanian dia kemudian menemui dokter. Sang dokter menatapnya dalam-dalam. Lama sekali.

Terjepit di tengah kesulitan seperti itu, anak wanita itu tak punya jalan keluar. Warung, satu-satunya harta sang ayah, harus dijual. Ketika sang ayah berbaring lemah di rumah sakit, dia memasang pengumuman bahwa rumah itu dijual.

Sendirian menjaga sang ayah, bolak-balik rumah sakit, tubuh wanita muda ini lelah. Dia kemudian tertidur tunduk di dipan samping sang ayah. Begitu bangun pagi harinya, dia mendapatkan kertas tagihan dari rumah sakit di tempat tidur itu. Jumlahnya 0 bath. Dia terkejut. Di bawahnya ada catatan. “Semua biaya sudah dibayarkan 30 tahun lalu. Dengan 3 bungkus penghilang rasa sakit dan semanguk sup. Salam hangat, Dr Prajak Arunthong”

Ini kisah rekaan, iklan dari sebuah telepon gengam di Thailand. pada situs Youtube, iklan ini sudah ditonton lebih dari 7,2 juta orang dari seluruh dunia. Banyak sanjungan untuk iklan mengharukan ini. Banyak orang yang mengaku menonton berkali-kali sembari menangis.

Iklan ini ditutup dengan tagline: Memberi adalah komunikasi terbaik.
Salah seorang pengguna internet menilai bahwa bahkan sutradara Hollywood tidak akan mampu membuat film semacam ini. "Hollywood tidak bisa membuat ini. Sebuah film tiga menit membuat pria dewasa menangis," komentarnya. Bagaimana dengan Anda?

Sebuah kisah cinta sejati yang mengharukan dari daratan China ini langsung merebut perhatian dunia. Ini adalah kisah cinta nyata 2 sejoli, cinta mereka tak direstui karena si wanita lebih tua usianya dari si pria. Mereka terpaksa melarikan diri untuk hidup bersama dan saling mengasihi dalam kedamaian selama setengah abad.

kisah nyata cinta sejati
Sang suami yang berusia 70 tahun ini telah memahat batu menjadi 6000 anak tangga dengan tangannya (hand carved) untuk sang istri yang telah berusia 80 tahun itu akhirnya meninggal dunia di dalam goa yang selama 50 tahun terakhir menjadi tempat tinggalnya.

Awal kisah ini terjadi sekitar 50 tahun lalu yang lalu. Liu Guojiang, seorang pemuda berusia 19 tahun jatuh cinta kepada seorang janda 29 tahun bernama Xu Chaoqin. Bak kisah Romeo dan Juliet-nya Shakespeare, teman-teman dan kerabat mereka mencela hubungan mereka karena perbedaan usia di antara mereka dan kenyataan bahwa Xu sudah punya beberapa anak.

Pada waktu itu tidak bisa diterima dan dianggap tidak bermoral bila seorang pemuda mencintai wanita yang lebih tua. Untuk menghindari gosip murahan dan celaan dari lingkungannya, pasangan ini memutuskan untuk melarikan diri dan tinggal di sebuah goa di Desa Jiangjin, di sebelah selatan Chong Qing.

kisah nyata cinta sejatiPada mulanya kehidupan mereka sangat menyedihkan karena tidak punya apa-apa, tidak ada listrik atau pun makanan. Mereka harus makan rumput-rumputan dan akar-akaran yang mereka temukan di gunung itu. Dan Liu membuat sebuah lampu minyak tanah untuk menerangi hidup mereka. Xu selalu merasa bahwa ia telah mengikat Liu dan ia berulang-kali bertanya, “Apakah kau menyesal?” Liu selalu menjawab, “Selama kita rajin, kehidupan ini akan menjadi lebih baik.”

Setelah 2 tahun mereka tinggal di gunung itu, Liu mulai memahat anak-anak tangga agar isterimya dapat turun gunung dengan mudah. Dan ini berlangsung terus selama 50 tahun. Setengah abad kemudian, di tahun 2001, sekelompok pengembara (adventurers) melakukan explorasi ke hutan itu. Mereka terheran-heran menemukan pasangan usia lanjut itu dan juga 6000 anak tangga yang telah dibuat Liu.

Liu Ming Sheng, satu dari 7 orang anak mereka mengatakan, “Orang tuaku sangat saling mengasihi, mereka hidup menyendiri selama lebih dari 50 tahun dan tak pernah berpisah sehari pun. Selama itu ayah telah memahat 6000 anak tangga itu untuk menyukakan hati ibuku, walau pun ia tidak terlalu sering turun gunung.”
Pasangan ini hidup dalam damai selama lebih dari 50 tahun. Suatu hari Liu yang sudah berusia 72 tahun pingsan ketika pulang dari ladangnya. Xu duduk dan berdoa bersama suaminya sampai Liu akhirnya meninggal dalam pelukannya. Karena sangat mencintai isterinya, genggaman Liu sangat sukar dilepaskan dari tangan Xu, isterinya.
kisah nyata cinta sejati
“Kau telah berjanji akan merawatku dan akan terus bersamaku sampai aku meninggal, sekarang kau telah mendahuluiku, bagaimana aku bisa hidup tanpamu?” Selama beberapa hari Xu terus-menerus mengulangi kalimat ini sambil meraba peti jenasah suaminya dan dengan air mata yang membasahi pipinya.

Pada tahun 2006 kisah ini menjadi salah satu dari 10 kisah cinta yang terkenal di Cina, yang dikumpulkan oleh majalah Chinese Women Weekly. Pemerintah telah memutuskan untuk melestarikan “anak tangga cinta” itu, dan tempat kediaman mereka telah dijadikan musium agar kisah cinta ini dapat hidup terus.

Berikut ini video kenangan mereka berdua :



Powered by Blogger.